KONSELING POPULASI
NAPZAH
A. PENGERTIAN
KONSELING
Secara
etimologis istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau
“bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam
bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Konseling
merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling
oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami
sesuatu masalah-masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah
yang dihadapi oleh klien.[1]
Konseling populasi khusu adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada konseli (individu atau
kelompok) yang mengalami suatu permasalahan dengan ciri yang sama dan menempati
ruang yang sama pada waktu tertentu secara khsuus, sehingga konseli memperoleh
pemahaman yang lebih tentang diri, lingkungan, serta masalahnya, serta mampu
mengarahkan potensi yang dimilikinya kearah perkembangan yang optimal dan
kemudian dapat mencapai kebahagian dalam hidup.[2]
B. PENGERTIAN
NAPZA
Secara harfiah Narkotika
sebagaimana diungkapkan oleh Wison Nadack dalam bukunya “Korban Ganja dan
Masalah Narkotika”, merumuskan sebagai berikut: Narkotika berasal dari bahasa
yunani, dari kata Narke, yang berarti Beku, lumpuh dan dungu. Menurut
farmakologi medis, yaitu: “Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan
(trauma) rasa nyeri yang berasal dari daerah Visceral dan dapat menimbulkan
efek stupor (bengong masih sadar namun masih harus digertak) serta adiksi.[3]
NAPZA adalah singkatan dari narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang
bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta
menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004). NAPZA adalah zat yang memengaruhi
struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat
maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa
sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang
dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Adapun narkotika terbagi dalam 3 golongan, yaitu:
1. Narkotika
golongan I:
adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi.
Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contoh : ganja,
heroin, kokain, morfin, dan opium.
2. Narkotika
golongan II: adalah
narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh : petidin, benzetidin, dan betametadol.
3. Narkotika
golongan III: adalah
narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh : kodein dan turunannya.
Psikotropika menurut UU RI No 5/1997,
adalah: zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotiks, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku. Psikotropika
digolongkan lagi menjadi 4 kelompok adalah :
1. Psikotropika
golongan I: adalah dengan
daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan
sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.
2. Psikotropika
golongan II: adalah
psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan
penelitian. Contoh : amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
3. Psikotropika
golongan III: adalah
psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian.
Contoh : lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam.
4. Psikotropika
golongan IV: adalah
psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh : nitrazepam (BK, mogadon, dumolid ) dan diazepam.[4][5]
Sedangkan Zat Adiktif adalah: bahan/zat
yang berpengaruh psikoaktif diluar narkotika dan psikotropika, meliputi:
1. Minuman Alkohol: mengandung etanol
etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi
bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu.
2. Inhalasi (gas yang dihirup) dan
solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada
berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin.
3. Tembakau: pemakaian tembakau yang mengandung
nikotin sangan luas dimasyarakat.[5]
C. PENYALAH
GUNAAN NAPZA
Penyalahgunaan
NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis, paling sedikit telah
berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan
dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan
pengobatan, misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi
karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah,
yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik (
Sumiati, 2009).
Menurut
Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi yang ditandai oleh
dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi
dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang
khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu
(Sumiati, 2009):
a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang
mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan,
ia akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
b. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila
berhenti menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang
sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala
fisik.
D. FAKTOR PENYALAH GUNAAN NAPZA
Menurut
Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan penyalahgunaan NAPZA
antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya), dan
karakteristik individu.
1. Faktor
Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa
remaja dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai
peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian
lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar
dibandingkan remaja kembar dizigot.
2.
Lingkungan
Keluarga
Pola asuh dalam keluarga
sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua
yang demokratis dan terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
3.
Pergaulan (Teman
Sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya
penyalahgunaan NAPZA, teman kelompok sebaya (peer group) mempunyai
pengaruh yang dapat mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA justru
datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini dapat menciptakan
keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan diri.
Pengaruh teman kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan
NAPZA, melainkan juga menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan
yang menyebabkan kekambuhan (relapse).
Selain bebarapa faktor diatas berikut juga merupakan
faktor penyalah gunaan NAPZA:
1.
Karena
tidak mengerti: Ada beberapa
pengguna atau pemakai narkoba, yang sebenarnya mereka tidak mengerti akan
kegunaan, bahkan akibat dari penggunaan narkoba tersebut, sehingga mereka
menggunakan hanya karena ikut-ikutan dengan orang lain saja.
2.
Sudah
mengerti tetapi tidak menghindari: Banyak juga para pemakai atau
pengguna narkoba yang sudah mengerti apa itu narkoba dan seperti apa akibat
penggunaan narkoba itu. Tetapi orang-orang tersebut merasa kesulitan untuk
menghindari narkoba dan akibatnya. Hal ini biasanya disebabkan sudah adanya
keterikatan atau kecanduan terhadap narkoba itu.
3.
Coba-coba:
Di antara pengguna narkoba, ada yang menggunakan karena dibujuk oleh
teman-teman atau orang dekat lainnya. Mereka yang menggunakan narkoba ada juga
yang karena dipaksa: Terpaksa karena mekanisme pertahanan diri : kompensasi
diri (lari dari masalah), marah yang tidak terarah (managemen marah yang
salah)/pemberontakan tersembunyi. Takut tidak dianggap gentlemen/tidak loyal
dengan komunitas, dll. Terikat sehingga adiksi).[6]
E. TAHAP PEMAKAIAN NAPZA
Ada
beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut :
1. Tahap
pemakaian coba-coba (eksperimental)
Karena
pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau coba-coba.
Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-minuman beralkohol. Jarang
yang langsung mencoba memakai putaw atau minum pil ekstasi.
2. Tahap
pemakaian sosial
Tahap
pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada acara tertentu),
ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA diperoleh secara gratis atau
dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif mencari NAPZA.
3. Tahap pemakaian situasional
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya
kesepian atau stres. Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap
ini pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4. Tahap habituasi (kebiasaan)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian
teratur (sering), disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan pada
faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti dengan teman pecandu. Ia menjadi
sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi,
sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-citanya
semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi sekolahnya merosot. Ia lebih suka
menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
5. Tahap ketergantungan
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan
berbagai cara. Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah
tidak dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat
kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.
Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah takaran
zat yang dipakai, agar ia dapat berfungsi normal. Selama pasokan NAPZA cukup,
ia tampak sehat, meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya
dikurangi atau dihentikan, timbul gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus
zat (sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang digunakan.
Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar
dapat merasakan pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya
kerusakan organ-organ tubuh.
Gejala
lain ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana jumlah NAPZA yang
dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang
dialami sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika
jumlah NAPZA yang dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi kematian
(Harlina, 2008).
F. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA
Pada umumnya bagi mereka yang baru
pertama kali memakai, biasanya timbul rasa tidak enak, misalnya rasa mual,
muntah, kesadaran menurun, gelisah, ketakutan. Bagi mereka yang memakai untuk
menghilangkan rasa sakit akan timbul rasa gembira karena rasa sakit hilang
(euphoria). Sebaliknya pada penyalagunaan obat dapat menimbulkan rasa senang yang
berlebihan, high and fly, gejala-gejala bagi pengguna narkoba bermacam-macam
tergantung jenis zat/obatnya. Seorang pemakai narkoba jenis ganja mengaku
setelah mengisap beberapa ganja bandannya terasa enteng dan melayang, pengguna
ekstasi merasa dirinya senang dan kuat berjoget sambil kepalanya geleng-geleng
semalam suntuk, demikian pula pemakai sabu-sabu.
1. Dampak
Fisik
a. Gangguan pada system syaraf
(neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan
syaraf tepi.
b. Gangguan pada jantung dan pembuluh
darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran
darah.
c. Gangguan pada kulit (dermatologis)
seperti: penanahan (abses), alergi, eksim.
d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner)
seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan
paru-paru.
e. Sering sakit kepala, mual-mual dan
muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
f. Dampak terhadap kesehatan reproduksi
adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi
(estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.
g. Dampak terhadap kesehatan reproduksi
pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).
h. Bagi pengguna narkoba melalui jarum
suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah
tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum
ada obatnya.
i.
Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi
Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya.
Over dosis bisa menyebabkan kematian.
2. Dampak
Psikis
a. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering
tegang dan gelisah.
b. Hilang kepercayaan diri, apatis,
pengkhayal, penuh curiga.
c. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah
laku yang brutal.
d. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal
dan tertekan.
e. Cenderung menyakiti diri, perasaan
tidak aman, bahkan bunuh diri.
3. Dampak
Sosial
a. Gangguan mental, anti-sosial dan
asusila, dikucilkan oleh lingkungan.
b. Merepotkan dan menjadi beban
keluarga.
Dampak fisik, psikis dan sosial sangat berhubungan
erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa
(sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan
dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa
gaulnya sugest). Gejala fisik dan
psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk
membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dan lain-lain.
Begitu banyaknya dampak negatif yang dapat terjadi karena
penyalagunaan Napza ini, untuk itu kita sebagai makhluk yang sadar akan
pentingnya kesehatan maka hendaknya kita melakukan pencegahan dengan memberikan
pengetahuan kepada anak-anak didik kita sejak dini agar mereka tidak terjerumus
kedalam kesalahan yang dapat membuat kerugian terbesar dalam hidupnya. Sebagai
makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain maka tidak ada salahnya untuk
saling mengingatkan agar setiap diri pribadi dan juga keluarga maupun
lingkungannnya menghindari barang terlarang ini/napza.[8]
G. UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN PADA PENGGUNA NAPZA
Orang tua dan juga sekolah maupun
masyarakat lainnya hendaknya melakukan pengenalan terhadap generasi muda akan
bahaaya dan ancaman narkoba. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya dengan cara memberikan penjelasan apa itu narkoba serta
menunjukkan dampaknya secara nyata dengan mendatangkan langsung atau
menunjukkan gambar-gambar orang yang telah kecanduan narkoba. Dengan
begitu anak yang belum mengenal tentang narkoba akan menjadi tahu dan akan
lebih waspada terhadap narkoba/napza.
Orang tua juga harus memberikan
perhatian kepada anaknya agar anak tidak merasa tertekan. Orang tua memiliki
tanggung jawab besar untuk melindungi dan menjaga anaknya dari bahaya apapun
termasuk bahaya narkoba. Oleh karena sebagai orang tua hendaknya bekerja sama
dengan sekolah untuk memperkenalkan narkoba dan juga bahaya yang dapat
ditimbulkan.
1. Berikan Pemahaman Agama Tentang Mudarat Narkoba
Dalam ajaran Islam, penggunaan narkoba sangat diharamkan.
Hal ini karena terbukti memiliki mudharat (daya rusak) yang sangat besar
ketimbang manfaat yang didapatkan. Adapun yang dapat mengambil manfaat dari
narkoba adalah kalangan medis, yaitu untuk menunjang pengobatan pasien. Untuk
kepentingan tersebut Islam memperbolehkannya dengan alasan tidak menimbulkan
kemudharatan bagi pasien yang diobati, bahkan sebaliknya bisa membantu
mempercepat proses penyembuhan. Yang sangat memilukan sekaligus memalukan,
walaupun kita semua sudah mengetahui secara jelas bahwa narkoba sangat
diharamkan oleh agama, masih banyak kalangan umat Islam, terutama remaja Islam
yang penyalahgunaan narkoba juga dipandang sebagai perbuatan setan. Agama Islam
dengan tegas mengharamkan segala bentuk yang merusak diri pribadi atau diri
orang lain yang menghancurkan tatanan kehidupan manusia. Sebagaimana firman
Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 90 – 91 yang berbunyi:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9ø—F{$#ur Ó§ô_Í‘ ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø‹¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ $yJ¯RÎ) ߉ƒÌムß`»sÜø‹¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t
nourºy‰yèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur ’Îû Ì÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£‰ÝÁtƒur `tã Ìø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZ•B ÇÒÊÈ
90. Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).[9][9]
Makna hidup yang tertinggi adalah
pengabdian diri kepada Tuhan pencipta alam semesta. Hal ini merupakan
bagian dari tujuan agama, karena agama bertujuan untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Agama mampu memberikan makna, arti dalam tujuan hidup, tanpa
agama kehidupan manusia akan hampa, tidak bermakna dan bersifat mekanis seperti
alat produksi. Agama mampu mengisi arti hidup dan kehidupan manusia, sehingga
dapat digunakan untuk landasan filosofi penyembuhan manusia dan gangguan
mental.
Pemahaman anak akan agamanya dapat
meminimalisir keinginan anak untuk menggunakan barang yang diharamkan oleh
agama. Orang tua hendaknya sejak dini memberikan pemahaman agama terhadap anak
agar anak ketika menginjak masa remaja tidak salah dalam mengambil tindakan,
arahkan lah anak untuk selalu belajar agama dan awasi anak ketika berada jauh
dari kita. kita juga harus senantiasa mengawasi dengan siapa anak kita bergaul
hal ini dilakukan agar tiada penyesalan nantinya.
2. Apabila Sudah Kecanduan Maka Harus Rehabilitasi
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan apabila individu
telah kecanduan adalah kita harus merehabilitasinya. Salah satu rehabilitasi
juga dapat dilakukan dengan agama yaitu ajaran Islam sebagai terapi bagi
pecandu narkoba. Berbicara mengenai agama sebagai metode psikoterapi, maka tak
lepas dari kehidupan motivasi beragama. Banyak manusia menganut agama sebagai
pelarian untuk mengatasi frustasi yang dialami dalam hidupnya. Agama sebagai
penyiaran panasnya kehidupan, yang dapat menumbuhsuburkan tanaman. Dengan
agama, manusia menjadi memiliki rasa damai, bahagia dan tentram.[10]
H. PERAN BK
UNTUK POPULASI NAPZA
Bimbingan konseling memiliki peran yang sangat penting
terhadap populasi Napza terutama disekolah, sejak siswa pertama sekali masuk
kesekolah BK sudah mulai memberikan perhatiannya. Dengan cara memberikan
layanan kepada seluruh siswa mengenai Napza, hal ini dilakukan untuk mencegah
atau mengantisipasi siswa agar tidak terlibat dengan hal yang merugikan dirinya
dan orang lain.
Bimbingan konseling menjadi tempat atau wadah bagi siswa
untuk melakukan sharing atau berbagi informasi terutama dalam hal yang dapat
membangun pribadi siswa yang lebih baik lagi dan juga bimbingan konseling ini
sebagai wadah bagi siswa untuk dapat menyelesaikan masalah siswa baik itu yang
menyangkut 5 dosa yang sering dilakukan oleh remaja termasuk Napza. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara memberikan layanan kepada siswa mengenai hal-hal
tersebut supaya siswa dapat mengembangkan potensinya kearah yang lebih baik
lagi. Kita juga dapat melakukan bimbingan kelompok dan konseling kelompok
terhadap siswa untuk lebih memperdalam pengetahuannya tentang 5 dosa Remaja
yang dapat menganggu masa depannya. Apabila siswa sudah kecanduan Napza maka BK
melakukan kerjasama dengan BNN atau juga Panti Rehabilitasi agar siswa yang
kecanduan dapat sembuh dengan baik.
Bagi masyarakat umum peran bimbingan konseling berbeda
dengan disekolah. Jika di masyarakat umum peran BK hanya memberikan layanan
kepada klien yang datang sampai terentaskan masalah klien tersebut namun
apabila masalah Napza ini sudah begitu serius sehingga membutuhkan Rehabilitasi
maka kita juga harus bekerja sama dengan panti rehabilitasi.[11]
DAFTAR
PUSTAKA
Prayitno(2004). Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. PT
Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 99 dan 105
http://konselor-irsyad-blog.blogspot.com/2012/10/peran-dan-fungsi-konseling.html Jum’at, 10 Juli
2016 pukul 13.30 WIB.
Wijaya A. W, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalagunaan Narkotika, (Bandung:
Armico, 1985), hlm. 145.
Jurnal
Universitas Sumatera Utara
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 2004) hlm. 5.
Header Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 41.
Riska Safitri. http://riska121293.blogspot.co.id/2015/06/konseling-populasi-napza.html 2015
[1]
Prayitno(2004). Dasar-Dasar Bimbingan Dan
Konseling. PT Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 99 dan 105
[2]
http://konselor-irsyad-blog.blogspot.com/2012/10/peran-dan-fungsi-konseling.html Jum’at, 10 Juli 2016 pukul 13.30 WIB.
[3]
Wijaya A. W, Masalah Kenakalan Remaja dan
Penyalagunaan Narkotika, (Bandung: Armico, 1985), hlm. 145.
[10]
Header Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 41.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar