Selasa, 14 Juni 2016

Konseling Populasi Khusus (Pengguna NAPZA)



KONSELING POPULASI NAPZAH

A.    PENGERTIAN KONSELING
Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah-masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.[1]
Konseling populasi khusu adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada konseli (individu atau kelompok) yang mengalami suatu permasalahan dengan ciri yang sama dan menempati ruang yang sama pada waktu tertentu secara khsuus, sehingga konseli memperoleh pemahaman yang lebih tentang diri, lingkungan, serta masalahnya, serta mampu mengarahkan potensi yang dimilikinya kearah perkembangan yang optimal dan kemudian dapat mencapai kebahagian dalam hidup.[2]

B.     PENGERTIAN NAPZA
Secara harfiah Narkotika sebagaimana diungkapkan oleh Wison Nadack dalam bukunya “Korban Ganja dan Masalah Narkotika”, merumuskan sebagai berikut: Narkotika berasal dari bahasa yunani, dari kata Narke, yang berarti Beku, lumpuh dan dungu. Menurut farmakologi medis, yaitu: “Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan (trauma) rasa nyeri yang berasal dari daerah Visceral dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong masih sadar namun masih harus digertak) serta adiksi.[3]
 NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004). NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Adapun narkotika terbagi dalam 3 golongan, yaitu:
1.      Narkotika golongan I: adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.
2.      Narkotika golongan II: adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin, benzetidin, dan betametadol.
3.      Narkotika golongan III: adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : kodein dan turunannya.
Psikotropika menurut UU RI No 5/1997, adalah: zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotiks, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku. Psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok adalah :
1.       Psikotropika golongan I: adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.
2.       Psikotropika golongan II: adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
3.       Psikotropika golongan III: adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam.
4.       Psikotropika golongan IV: adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : nitrazepam (BK, mogadon, dumolid ) dan diazepam.[4][5]
Sedangkan Zat Adiktif adalah: bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar narkotika dan psikotropika, meliputi:
1.      Minuman Alkohol: mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu.
2.      Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin.
3.      Tembakau: pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangan luas dimasyarakat.[5]

C.     PENYALAH GUNAAN NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik ( Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.


Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati, 2009):
a.       Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
b.      Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala fisik.
D.    FAKTOR PENYALAH GUNAAN NAPZA
Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1.      Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar dizigot.
2.      Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
3.      Pergaulan (Teman Sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan juga menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan yang menyebabkan kekambuhan (relapse).

Selain bebarapa faktor diatas berikut juga merupakan faktor penyalah gunaan NAPZA:
1.      Karena tidak mengerti: Ada beberapa pengguna atau pemakai narkoba, yang sebenarnya mereka tidak mengerti akan kegunaan, bahkan akibat dari penggunaan narkoba tersebut, sehingga mereka menggunakan hanya karena ikut-ikutan dengan orang lain saja.
2.      Sudah mengerti tetapi tidak menghindari: Banyak juga para pemakai atau pengguna narkoba yang sudah mengerti apa itu narkoba dan seperti apa akibat penggunaan narkoba itu. Tetapi orang-orang tersebut merasa kesulitan untuk menghindari narkoba dan akibatnya. Hal ini biasanya disebabkan sudah adanya keterikatan atau kecanduan terhadap narkoba itu.
3.      Coba-coba: Di antara pengguna narkoba, ada yang menggunakan karena dibujuk oleh teman-teman atau orang dekat lainnya. Mereka yang menggunakan narkoba ada juga yang karena dipaksa: Terpaksa karena mekanisme pertahanan diri : kompensasi diri (lari dari masalah), marah yang tidak terarah (managemen marah yang salah)/pemberontakan tersembunyi. Takut tidak dianggap gentlemen/tidak loyal dengan komunitas, dll. Terikat sehingga adiksi).[6]
E.     TAHAP PEMAKAIAN NAPZA
Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut :
1.      Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw atau minum pil ekstasi.
2.      Tahap pemakaian sosial
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif mencari NAPZA.
3.      Tahap pemakaian situasional
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres. Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4.      Tahap habituasi (kebiasaan)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering), disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti dengan teman pecandu. Ia menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-citanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi sekolahnya merosot. Ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
5.      Tahap ketergantungan
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara. Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah tidak dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.
Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah takaran zat yang dipakai, agar ia dapat berfungsi normal. Selama pasokan NAPZA cukup, ia tampak sehat, meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang digunakan.
Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar dapat merasakan pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya kerusakan organ-organ tubuh.
Gejala lain ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana jumlah NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah NAPZA yang dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi kematian (Harlina, 2008).


F.      DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA
Pada umumnya bagi mereka yang baru pertama kali memakai, biasanya timbul rasa tidak enak, misalnya rasa mual, muntah, kesadaran menurun, gelisah, ketakutan. Bagi mereka yang memakai untuk menghilangkan rasa sakit akan timbul rasa gembira karena rasa sakit hilang (euphoria). Sebaliknya pada penyalagunaan obat dapat menimbulkan rasa senang yang berlebihan, high and fly, gejala-gejala bagi pengguna narkoba bermacam-macam tergantung jenis zat/obatnya. Seorang pemakai narkoba jenis ganja mengaku setelah mengisap beberapa ganja bandannya terasa enteng dan melayang, pengguna ekstasi merasa dirinya senang dan kuat berjoget sambil kepalanya geleng-geleng semalam suntuk, demikian pula pemakai sabu-sabu.
1.      Dampak Fisik
a.       Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
b.      Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.
c.       Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim.
d.      Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
e.       Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
f.       Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.
g.      Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).
h.      Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.
i.        Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian.


2.      Dampak Psikis
a.       Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.
b.      Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.
c.       Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.
d.      Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.
e.       Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.
3.      Dampak Sosial
a.       Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan.
b.      Merepotkan dan menjadi beban keluarga.
c.       Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.[7][8]
Dampak fisik, psikis dan sosial sangat berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif, dan lain-lain.
Begitu banyaknya dampak negatif yang dapat terjadi karena penyalagunaan Napza ini, untuk itu kita sebagai makhluk yang sadar akan pentingnya kesehatan maka hendaknya kita melakukan pencegahan dengan memberikan pengetahuan kepada anak-anak didik kita sejak dini agar mereka tidak terjerumus kedalam kesalahan yang dapat membuat kerugian terbesar dalam hidupnya. Sebagai makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain maka tidak ada salahnya untuk saling mengingatkan agar setiap diri pribadi dan juga keluarga maupun lingkungannnya menghindari barang terlarang ini/napza.[8]





G.    UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN PADA PENGGUNA NAPZA
Orang tua dan juga sekolah maupun masyarakat lainnya hendaknya melakukan pengenalan terhadap generasi muda akan bahaaya dan ancaman narkoba. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan cara memberikan penjelasan apa itu narkoba serta menunjukkan dampaknya secara nyata dengan mendatangkan langsung atau menunjukkan gambar-gambar orang yang telah kecanduan narkoba. Dengan begitu anak yang belum mengenal tentang narkoba akan menjadi tahu dan akan lebih waspada terhadap narkoba/napza.
Orang tua juga harus memberikan perhatian kepada anaknya agar anak tidak merasa tertekan. Orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi dan menjaga anaknya dari bahaya apapun termasuk bahaya narkoba. Oleh karena sebagai orang tua hendaknya bekerja sama dengan sekolah untuk memperkenalkan narkoba dan juga bahaya yang dapat ditimbulkan. 
1.      Berikan Pemahaman Agama Tentang Mudarat Narkoba
Dalam ajaran Islam, penggunaan narkoba sangat diharamkan. Hal ini karena terbukti memiliki mudharat (daya rusak) yang sangat besar ketimbang manfaat yang didapatkan. Adapun yang dapat mengambil manfaat dari narkoba adalah kalangan medis, yaitu untuk menunjang pengobatan pasien. Untuk kepentingan tersebut Islam memperbolehkannya dengan alasan tidak menimbulkan kemudharatan bagi pasien yang diobati, bahkan sebaliknya bisa membantu mempercepat proses penyembuhan. Yang sangat memilukan sekaligus memalukan, walaupun kita semua sudah mengetahui secara jelas bahwa narkoba sangat diharamkan oleh agama, masih banyak kalangan umat Islam, terutama remaja Islam yang penyalahgunaan narkoba juga dipandang sebagai perbuatan setan. Agama Islam dengan tegas mengharamkan segala bentuk yang merusak diri pribadi atau diri orang lain yang menghancurkan tatanan kehidupan manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 90 – 91 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ $yJ¯RÎ) ߃̍ムß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t nourºyyèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur Îû ̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtƒur `tã ̍ø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).[9][9]
Makna hidup yang tertinggi adalah pengabdian diri kepada Tuhan pencipta alam semesta. Hal  ini merupakan bagian dari tujuan agama, karena agama bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Agama mampu memberikan makna, arti dalam tujuan hidup, tanpa agama kehidupan manusia akan hampa, tidak bermakna dan bersifat mekanis seperti alat produksi. Agama mampu mengisi arti hidup dan kehidupan manusia, sehingga dapat digunakan untuk landasan filosofi penyembuhan manusia dan gangguan mental.
Pemahaman anak akan agamanya dapat meminimalisir keinginan anak untuk menggunakan barang yang diharamkan oleh agama. Orang tua hendaknya sejak dini memberikan pemahaman agama terhadap anak agar anak ketika menginjak masa remaja tidak salah dalam mengambil tindakan, arahkan lah anak untuk selalu belajar agama dan awasi anak ketika berada jauh dari kita. kita juga harus senantiasa mengawasi dengan siapa anak kita bergaul hal ini dilakukan agar tiada penyesalan nantinya.
2.      Apabila Sudah Kecanduan Maka Harus Rehabilitasi
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan apabila individu telah kecanduan adalah kita harus merehabilitasinya. Salah satu rehabilitasi juga dapat dilakukan dengan agama yaitu ajaran Islam sebagai terapi bagi pecandu narkoba. Berbicara mengenai agama sebagai metode psikoterapi, maka tak lepas dari kehidupan motivasi beragama. Banyak manusia menganut agama sebagai pelarian untuk mengatasi frustasi yang dialami dalam hidupnya. Agama sebagai penyiaran panasnya kehidupan, yang dapat menumbuhsuburkan tanaman. Dengan agama, manusia menjadi memiliki rasa damai, bahagia dan tentram.[10]
H.    PERAN BK UNTUK POPULASI NAPZA
Bimbingan konseling memiliki peran yang sangat penting terhadap populasi Napza terutama disekolah, sejak siswa pertama sekali masuk kesekolah BK sudah mulai memberikan perhatiannya. Dengan cara memberikan layanan kepada seluruh siswa mengenai Napza, hal ini dilakukan untuk mencegah atau mengantisipasi siswa agar tidak terlibat dengan hal yang merugikan dirinya dan orang lain.
Bimbingan konseling menjadi tempat atau wadah bagi siswa untuk melakukan sharing atau berbagi informasi terutama dalam hal yang dapat membangun pribadi siswa yang lebih baik lagi dan juga bimbingan konseling ini sebagai wadah bagi siswa untuk dapat menyelesaikan masalah siswa baik itu yang menyangkut 5 dosa yang sering dilakukan oleh remaja termasuk Napza. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan layanan kepada siswa mengenai hal-hal tersebut supaya siswa dapat mengembangkan potensinya kearah yang lebih baik lagi. Kita juga dapat melakukan bimbingan kelompok dan konseling kelompok terhadap siswa untuk lebih memperdalam pengetahuannya tentang 5 dosa Remaja yang dapat menganggu masa depannya. Apabila siswa sudah kecanduan Napza maka BK melakukan kerjasama dengan BNN atau juga Panti Rehabilitasi agar siswa yang kecanduan dapat sembuh dengan baik.
Bagi masyarakat umum peran bimbingan konseling berbeda dengan disekolah. Jika di masyarakat umum peran BK hanya memberikan layanan kepada klien yang datang sampai terentaskan masalah klien tersebut namun apabila masalah Napza ini sudah begitu serius sehingga membutuhkan Rehabilitasi maka kita juga harus bekerja sama dengan panti rehabilitasi.[11]







DAFTAR PUSTAKA
Prayitno(2004). Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. PT Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 99 dan 105


Wijaya A. W, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalagunaan Narkotika, (Bandung: Armico, 1985), hlm. 145.


Jurnal Universitas Sumatera Utara
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004) hlm. 5.

Header Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 41.



[1] Prayitno(2004). Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. PT Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 99 dan 105

[3] Wijaya A. W, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalagunaan Narkotika, (Bandung: Armico, 1985), hlm. 145.
           

[8] Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004) hlm. 5.

[10] Header Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 41.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar